BAB I
LATAR BELAKANG
ASEAN Ecomonic Community (AEC) akan
diberlakukan pada tahun 2015, kawasan ASEAN selanjutnya akan menjadi pasar
tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus barang,
jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas antar
negara-negara yang tergabung dalam negara ASEAN. Indonesia sebagai salah satu
negara anggota ASEAN memiliki tingkat integritas yang tinggi di bidang
elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor yang berbasis sumber daya
alam. Permasalahan yang muncul adalah masih lemahnya kesiapan Indonesia, antara
lain dalam bidang infrastruktur, daya saing barang dan jasa, belum optimalnya
diplomasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan kebijakan dalam perdagangan
yang belum mendukung. Untuk mendukung peningkatan iklim investasi dan
perdagangan serta meningkatkan daya saing nasional, berbagai upaya telah
dilakukan baik secara internal Indonesia dengan diterbitkannya Inpres No. 11
tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN,
maupun eksternal berkoordinasi dengan negara ASEAN. Namun hal ini masih
memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi dari pada
Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia secara optimal dalam
menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Dengan kondisi ini maka
antisipasi kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015
diharapkan dapat dilaksanakan.
BAB II
LANDASAN TEORI
POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas pokok
permasalahan yang akan dipecahkan adalah Bagaimana antisipasi dan solusi
terhadap kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015, yang saat
ini cenderung masih belum optimal dalam menghadapi AEC 2015. ANALISIS PEMECAHAN
MASALAH KONDISI OBJEKTIF (FAKTA) DAN PERSOALAN Dalam menganalisis fakta dan
persoalan di kelompokan menjadi dua hal besar yaitu regulasi (1 persoalan) dan
kesiapannya sendiri dalam menghadapi AEC (3 persoalan). Dengan penjelasan
sebagai berikut:
1.
Belum
Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi):
a. Adanya beberapa peraturan
perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU
pertambangan ( masih tumpang tindih). Ketidak harmonisan UU Kehutanan dan UU
Pertambangan menimbulkan ketidak pastian hukum dan usaha, sehingga para
investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia.
b. Masih terjadinya ketidakharmonisan
antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan.
Pemerintah Daerah Kabupaten belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang
Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga setiap perijinan yang telah
dikeluarkan baik oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah selalu terjadi
tubrukan dan tidak sinkron.
c. Belum adanya kepastian hukum yang
dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan
Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat
Ekonomi ASEAN, namun masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal
implementasi Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia guna
menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Kecenderungan regulasi antar
negara akan mengarah kepada Universal, sehingga dapat berimplikasi pada timbulnya
ancaman dan peluang terhadap kepentingan nasional.
d. UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, memperluas kesempatan pihak asing untuk menguasai sektor
pertambangan. Dari tahun 1998 sampai 2009 kurang leboh terdapat 474 UU telah
disahkan. Namun dari sekian banyaknya UU, yang dirasakan paling menyedihkan
adalah UU terkait dengan bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam yang dicirikan
sebagai berikut:
(1)
Hilangnya campur tangan negara dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme
pasar.
(2)
Penyerahan kekuasaan pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan
eksploitasi sumber daya alam di Indonesia.
(3)
Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat .
2. Belum Tercapainya Pasar Tunggal dan
Basis Produksi
a.
Peningkatan
daya saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan
jasa dalam rangka menghadapi AEC 2015.
b.
Komitmen
AEC untuk Arus barang. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi
dan pelayanan ( masih dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal
Bea Cukai.
c.
Komitmen
AEC untuk arus jasa. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dan
SDM-nya khususnya dibidang jasa keuangan dan perbankan serta jasa non keuangan
dan perbankan (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi
Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum Dll).
d.
Komitmen
AEC untuk Arus Investasi. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi
dibidang investasi (sektor riil) masih ada yang membatasi kepemilikan asing pada
sektor-sektor tertentu.Selain itu kebijakan dalam penanaman modal belum
didukung dengan kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur, keamanan dan
perburuhan yang memadai. Dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang
belomba-lomba menarik investasi asing dengan menyediakan berbagai infrastruktur
industri, jaminan keamanan dan tingkat upah buruh yang lebih murah, kesiapan
Indonesia masih kurang.
e.
Komitmen
AEC untuk Arus Modal. Liberalisasi arus modal di ASEAN dapat mendorong arus
investasi dan perdagangan internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan
lebih efisien dan mengembangakan pasar keuangan. Kesiapan Indonesia masih belum
optimal, karena proses regulasi maupun pengawasan masih dalam tahap persiapan
(misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK)
f.
Priority
Integration Sectors. 12 Sektor prioritas Integrasi ASEAN meliputi: agro-based
product, air travel, Automotives, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare,
rubber-based product, textile & apparels, tourism, wood-based products,
logistics. Peranan Indonesia dalam hal ini adalah sebagai koordinator bidang
automotive dan wood-based products.
g.
Komitmen
AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan. Kesiapan Indonesia
belum optimal antara lain belum adanya swasembada pangan yang menyebabkan
Indonesia masih tergantung dengan negara Asean lainnya, padahal dari segi SDA,
luas lahan maupun tenaga kerja, Indonesia sebenarnya lebih unggul.
3. Belum Tercapainya Wilayah Ekonomi
Yang Berdaya Saing Tinggi.
a.
Hak
atas kekayaan intelektual. Memperluas ruang lingkup kerjasama hak kekayaan
intelektual ASEAN, selain merek dagang dan paten, termasuk kerjasama pertukaran
informasi dan penegakan hak cipta. Masing-masing anggota ASEAN masih tertinggal
dalam pengembangan intellectual property dibandingkan dengan kawasan lainnya,
hanya Singapura yang Intellectual propertynya paling menonjol. Sedangkan untuk
pengembangan sendiri-sendiri membutuhkan biaya riset yang tinggi dan teknologi
khusus. ASEAN akan bekerjasama dalam bidang ini dengan melindunginya melalui
HAKI. Dengan adanya kerjasama dalam pengembangan hak atas kekayaan intelektual
diharapkan biaya lebih murah sehingga mampu bersaing dengan negara-negara di
belahan dunia lain. Kerjasama dalam pengembangan IPTEK selain merek dagang dan
paten, yaitu know how (metode baru yang belum dikenal publik dan dipatenkan).
(1) Kerjasama di bidang industri pertahanan (2) Kerjasama di bidang industri
farmasi dan fitofarmaka (3) Kerjasama di bidang industri kimia (4) Kerjasama di
bidang industri logam (5) Kerjasama di bidang energi
b.
Pengembangan
infrastruktur. Kesiapan infrastruktur pendukung sesama negara ASEAN yang belum
seimbang. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya belum sepenuhnya
siap secara infrastruktur
c.
Perpajakan.
Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi.
Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan dan
birokrasi. Masing-masing anggota ASEAN memiliki kebijakan perpajakan yang
berbeda-beda sehingga tidak harmonis dan dapat mengganggu iklim usaha yang
kondusif. Hal ini dapat menyebabkan double taxation. Saat ini Indonesia telah
memiliki Tax treaty dengan 6 negara ASEAN, sedangkan sisanya belum (Laos,
Myanmar dan Kamboja).
d.
Perdagangan
secara elektronik (e-commerce). Kesiapan dan ketersediaan infrastruktur negara
anggota belum mendukung. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya
belum sepenuhnya siap secara infrastruktur.
4. Belum Tercapainya Kawasan dengan
Pembangunan Ekonomi yang Seimbang, yang fokus kepada Pengembangan Sektor Usaha
Kecil dan Menengah. Pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan
usaha kecil dan menengah. Sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian di
negara-negara ASEAN, namun belum sepenuhnya mendapatkan prioritas dalam
kegiatan perekonomian negara, antara lain minimnya akses ke perbankan untuk
mendapatkan kredit modal kerja, Kualitas SDM yang masih rendah. Kondisi UKM di
masing-masing negara anggota umumnya hampir sama.
ANALISIS PERSOALAN
1.
Belum
Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi) a) Adanya beberapa
peraturan perundang-undangan yang belum harmonis (seperti undang-undang
kehutanan dengan undang-undang pertambangan). Menimbulkan ketidakpastian hukum
dan usaha sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia.
b) Terkait dengan keluarnya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan
Komitmen Cetak Biru AEC 2015, saat ini belum ada pihak yang diberi tugas untuk
melakukan pengawasan secara jelas oleh pemerintah. c) Pemerintah kabupaten
belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan
sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan
Mineral dan Batubara. d) Kecenderungan regulasi antar negara akan mengarah
kepada Universal, sehingga akan menimbulkan ancaman dan peluang terhadap
kepentingan nasional. e) Dari tahun 1998 sampai 2009 lebih kurang 474 UU telah
disahkan. Yang paling merugikan masyarakat dan negara adalah UU bidang Ekonomi
dan Sumber Daya Alam. Ciri umum UU tersebut; (1) Hilangnya campur tangan negara
dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. (2) Penyerahan kekuasaan
pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan eksploitasi sumber daya
alam di Indonesia. (3) Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat
.
2.
Belum
optimalnya kesiapan menuju Pasar Tunggal dan Basis Produksi a) Peningkatan daya
saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan jasa
dalam rangka menghadapi AEC 2015. Pasar tunggal AEC pada tahun 2015 berlaku
pada 6 negara pendiri Asean ( Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Brunai). Indonesia belum memiliki daya saing yang baik, baik produk
jasa maupun barang, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada bangsa.
Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Thailand dan Malaysia, namun
demikian hasil perdagangan 10 tahun ini Indonesia masih minus (defisit).
Indonesia memilki pasar domestik terbesar sehingga bila tidak dikelola dengan
baik maka akan terpenetrasi oleh produk asing.Indonesia belum mempunyai Blue
Print prioritas pengmbangan industri, akibatnya pengembangan industri belum
optimal dan terarah. Hal ini ditandai sulitnya pemerintah dalam menentukan
sektor mana yang akan diberikan insentif. b) Komitmen AEC untuk Arus barang.
Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi dan pelayanan ( masih
dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Sesuai
dengan komitmen AEC untuk produk-produk tertentu akan dikenakan tarif 0% dan
segala bentuk hambatan non tarif ditiadakan. Sehingga bila tidak diantisipasi dan
dikelola dengan baik akan merugikan kepentingan nasional. Sementara ini
Indonesia belum siap meregulasi tarif/non tarif dan jasa. Indonesia masih
membenahi masalah internal antara lain: Luasnya geografi Indonesia
mengakibatkan kesulitan pengawasan arus barang masuk dan keluar sehingga
menimbulkan maraknya kegiatan ilegal seperti: ilegal logging, ilegal fishing,
ilegal mining dan penyelundupan barang lain kedaerah NKRI. Belum optimalnya
koordinasi lintas sektoral (misalnya ESDM, Kementerian Perdagangan, Kemenhut,
Kementan, Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak )
sehingga Indonesia tidak mengetahui secara pasti jumlah produk sumber daya alam
maupun hasil hutan yang telah diselundupkan ke luar negri
FAKTOR
BERPENGARUH
1. Global Dan Regional a. Proses
globalisasi dan liberalisasi ekonomi semakin cepat terakses oleh masyarakat
dunia karena didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya di bidang teknologi dan informasi. b. Interdependency atau saling
ketergantungan akhirnya menjadi keniscayaan bagi negara mana pun. Perkembangan
global tersebut mau tidak mau berdampak terhadap perkembangan Asia Tenggara
sebagai salah satu kawasan yang ada di dunia. c. Peta ekonomi dunia segera
terbentuk ke arah segi tiga dengan Amerika Utara, Asia Timur, Eropa Barat
sebagai titik sentralnya, dua dekade terakhir, Asia memang menunjukkan
pertumbuhan ekonominya meningkat, yang dipimpin oleh Jepang, China dan
negara-negara industri baru, yang disusul oleh negara-negara ASEAN. d. Asia
Timur muncul menjadi sebuah kekuatan ekonomi dunia dan menjadi ajang utama
interaksi ekonomi duniadi era milenium ke 3. e. Regionalisasi kekuatan dunia
mencakup regionalisasi menuju integrasi ekonomi. Pembentukan Uni Eropa, APEC,
dan ASEAN merupakan contoh dari regional yang meningkatkan intensitas
integritas dan kerjasamanya, dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA), CAFTA dan AEC
2015. f. Peningkatan volume perdagangan antar negara ASEAN akan memberikan
manfaat pada semua anggotanya. Untuk Indonesia, ini akan menjadi salah satu
cara untuk memecahkan masalah penyediaan lapangan kerja baru, terutama diikuti
dengan peningkatan sektor pelayanan dan jasa teknologi, telekomunikasi,
transportasi, eliminasi “pungutan” dan penegakan hukum. Dalam hal ini Indonesia
masih ketinggalan oleh negara jiran. Singapura sangat efisien pada sektor
pelayanan jasa transportasi, Malaysia lebih unggul dalam iklim kepastian
berusaha, dan dalam bidang pelayanan jasa investasi dan ekspor, peringkat
Thailand masih di atas Indonesia. g. Model kerjasama segitiga pertumbuhan
(growth triangle) di lingkungan ASEAN seperti kerjasama Singapura-Johor-Riau
(Sijori) mulai menunjukkan hasilnya. Model kerjasama semacam ini juga sedang
dikembangkan di kawasan lain, yaitu: Indonesia-Malaysia-Singapura Growth
Triangle (IMS-GT), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan
Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-the Philippines-East ASEAN Growth Triangle
(BIMP-EAGA). 2. Nasional a. Kebebasan menyampaikan pendapat, berusaha dan
bekerja yang dijamin UU b. Kekayaan SKA, SDA yang berlimpah merupakan pasar
yang baik bai Indonesia dan ASEAN c. Globalisasi atau liberalisasi ekonomi
telah membawa perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian,
baik di tingkat internasional maupun nasional. Dampak yang paling dirasakan
adalah persaingan yang semakin ketat di berbagai kegiatan ekonomi. d.
Perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin cepat telah
menimbulkan dampak yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia
sehingga masyarakat semakin kritis dalam menilai berbagai kebijakan
pemerintahan e. Kondisi politik yang belum stabil dapat mepengaruhi
pelaksanakan AEC 2015 f. Secara umum kondisi IPOLEK SSOSBUD cukup kon dusif
untuk pelaksanaan AEC 2015. 3. Peluang a. Adanya komitmen pemerintah untuk
menyiapkan aturan yang mendukung AEC 2015. b. Keyakinan pemerintah untuk
mewujudkan AEC 2015, dengan perbaikan manajemen mutu, finance dan penyiapan
SDM.. c. Adanya komitmen pemerintah untuk mampu menghadapi AEC 2015. d. Adanya
kesadaran masyarakat untuk melakukan perbaikan mutu guna menghadapi AEC 2015.
e. Komitmen ASEAN dengan 3 pilarnya AEC, ASPC, ASCC memberikan semangat kepada
integrasi ASEAN dibidang ekonomi f. SKA, SDA, dan SDM yang melimpah merupakan
kekuatan bagi Indonesia. 4. Kendala a. Adanya beberapa peraturan
perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU
pertambangan ( masih tumpang tindih). b. Masih terjadinya ketidakharmonisan
antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan. c. Belum
adanya kepastian hukum yang dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC d. Kesiapan
menghadapi ASC yang belum Optimal e. Kurangnya sarana dan prasarana, kualitas
SDM yang baik. f. Masih adanya beberapa produk, jasa yang belum siap bersaing
dalam ACE 2015.
3. KERANGKA KONSEPTUAL
4.
1.
Kebijakan “Terwujudnya kesiapan menghadapi AEC 2015, melalui peningkatan
harmonisasi dan sinkronisasi untuk memadukan beberapa peraturan dalam mendukung
AEC, membangun pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan wilayah ekonomi
yang berdaya saing tinggi, dan membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi
yang seimbang”.
5.
2.
Strategi
6.
a.
Strategi 1 - Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi (memadukan) beberapa
Peraturan dalam mendukung AEC
7.
b.
Strategi 2 - Membangun pasar tunggal dan basis produksi
8.
c.
Strategi 3- Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi
9.
d.
Strategi 4 - Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, fokus
pada usaha kecil dan menengah
10.
3.
Upaya
11.
a.
Upaya mendukung Strategi 1, dalam Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi
beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC, dengan upaya antara lain:
12.
1)
Memperkuat dan melakukan harmonisasi regulasi antar sektor; perkebunan dengan
badan pertanahan, Kehutanan dengan pertambangan, Pajak pusat dengan pajak
daerah (Double Taxation), dan yang terkait dengan masalah perijinan. 2)
Membentuk Kelompok Kerja dalam rangka mengawal implementasi Inpres No. 11 Tahun
2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015. 3) Pemerintah Kabupaten yang
mempunyai potensi sumber daya alam pertambangan segera menyusun peraturan
daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 4) Melakukan revisi
Undang-Undang no 25 th 2007, terkait dengan bidang ekonomi dan SDA yang lebih
berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak diskriminatif. b. Upaya mendukung
Strategi 2, dalam Membangun pasar tunggal dan basis produksi, dengan upaya
antara lain: 1) Segera menetapkan blueprint prioritas pengembangan Industri. 2)
Menerapkan SNI secara konsisten untuk menuju standar internasional. 3)
Mewajibkan penerapan tata kelola usaha yang baik (Good Corporate Governance)
terhadap para pelaku ekonomi. 4) Kemenkeu segera: a) Membenahi regulasi Kepabeanan
dengan memperhatikan keadaan dan kondisi perekonomian Indonesia berdasarkan
masukan dari instansi terkait/stakeholder. b) Mengembangkan pelayanan satu atap
(single windows sistem) di bidang Kepabeanan pada seluruh pelabuhan laut
Internasional di Indonesia yang selama ini baru diterapkan di Tanjung Priok. c)
mempercepat penyusunan regulasi untuk mendorong pembentukan OJK. 5) Pemerintah
: a) segera menunjuk pihak ketiga yang independen (misalnya Surveyor Indonesia)
untuk melakukan pengujian atas jumlah produksi, kandungan/kadar mineral dan
konsentrat, kualitas hasil hutan maupun perkebunan yang dihasilkan dari
Indonesia sehingga dapat diketahui dengan pasti berapa sesungguhnya jumlah
produksi, jumlah yang diekspor dan harga yang seharusnya. b) Meningkatkan
koordinasi antar instansi terkait dalam rangka memberantas praktek ilegal
maupun penyelundupan di bidang pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan
dan perdagangan. c) menghimbau semua profesi keahlian (misalnya Ikatan Akuntan
Indonesia, Asosiasi Penilai Indonesia, IDI, PII, Peradi, Pengacara) segera
mempersiapkan anggotanya dalam rangka menghadapi persaingan AEC 2015, membenahi
Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal agar sesuai dengan
komitmen AEC dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan keberpihakan
pada pelaku usaha kecil menengah seperti: kepemilikan tanah dan bangunan, usaha
asuransi, mengevaluasi kebijakan insentif yang bertentangan dengan spirit AEC.
d) melalui partai koalisi DPR mempercepat proses pemilihan komisioner OJK
sesuai dengan waktu yang ditentukan, bersama dengan BI secara aktif
mempasilitasi pembentukan organ-organ OJK agar segara efektif berfungsi, segera
menyelesaikan arsitektur jasa Investasi Indonesia untuk memperkokoh industri
jasa keuangan Indonesia, mempercepat harmonisasi regulasi pasar modal dengan
standar Internasional, memperjuangkan mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute
Resolution Mechanism) sebelum mengintegrasikan pasar modal domestik ditingkat
Asean, memberdayakan Bulog sebagai institusi yang menjamin ketersediaan pangan
nasional 6) Kemenakertrans, Kemendikbud dan Organisasi Profesi terkait: a)
Mengembangkan standarisasi profesi di bidang jasa (Jasa Profesi Akuntan, Jasa
Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi
Hukum, dan lain lain) menuju Internasional Best Practice. b) Menyusun Blueprint
pengembangan SDM terutama dalam bidang jasa secara menyeluruh. 7) Kemen PU dan
Kemenhub mempercepat pembenahan infrastruktur jalan, dalam kebijakan di bidang
pembangunan 8) Menko Perekonomian dan Gubernur BI agar menjamin proses
liberalisasi sejalan dengan kepentingan nasional melalui penyiapan kebijakan
pengaman (safeguard policy) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi
makro akibat proses liberalisasi. 9) OJK diberikan mandat untuk meriview tata
aturan dan regulasi disesuaikan dengan standar Internasional 10) Kemenko
Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagang-an, Kementerian
Koperasi dan UKM segera menyiapkan action plan untuk mengimplementasikan
priority integration sectors 11) Kementerian Pertanian, Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dan Bulog memperce-pat rumusan
blueprint ketahanan pangan nasional. 12) Kementerian Pertanian dan Kemen-dag
segera menyiapkan langkah-langkah strategis (Roadmap) untuk melaksanakan
Integrasi di sektor perdagangan, pertanian dan kehutan-an. c. Upaya mendukung
Strategi 3, dalam meningkatkan Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing
tinggi, dengan upaya antara lain: 1) Pemerintah mempercepat kerjasama antar
negara ASEAN dalam pengem-bangan intellectual property dengan memperhatikan
skala prioritas dengan tahapan pertama (AEC 2015) percepatan kesiapan 6 negara
(Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, Thailand), kemudian
dilanjutkan tahap kedua, dalam waktu 7 tahun untuk menyiapkan negara ASEAN
lainnya (Cambodia, Myanmar, Laos, Vietnam). 2) Meningkatkan koordinasi antar
negara ASEAN untuk menghadapi persaingan global, khususnya dengan India dan
China dengan memfokuskan pada keunggulan di masing-masing Negara 3) Indonesia
segera membuka jalur hubungan laut dan udara untuk memudahkan distribusi barang
dan jasa dengan memprioritas-kan pembangunan infrastruktur pelabuhan di:Sabang,
Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Surabaya, Tarakan, Kalimantan Barat serta
membuka jalur perhubungan udara secara bertahap menghubungkan kota-kota
industri perdagangan antar negara ASEAN. 4) mendorong dan memberikan subsidi
kepada PT Pelni untuk melayani pelayaran dan perusahaan penerbang-an perintis
di kawasan bagian Timur Indonesia dalam rangka mengurangi kesenjangan
pembangunan kawasan Timur dan Barat. 5) Kemenlu, Kemenkeu, dan Kemendag: a)
Mempercepat kerjasama antar negara ASEAN dalam hal harmonisasi ketentuan
perpajakan dengan memperluas jaringan tax treaty diantara negara ASEAN b)
Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. c)
Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan 6)
Pemerintah di masing-masing negara menyiapkan infrastruktur e-commerce di negara
masing-masing 7) Kementerian Kominfo dan Kementerian Riset dan Teknologi
menyiapkan regulasi untuk mendukung infrastruktur e-commerce. d. Upaya
mendukung strategi 4, Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang
seimbang, fokus pada usaha kecil dan menengah
BAB III
ISI
Kesiapan
Perbankan Nasional Menghadapi MEA 2015
Asean Economi Community atau (MEA)
bakal dihadapi Indonesia 2015. Konsekuensi dari kesepakatan itu membuka lebar
pasar ekonomi di kawasan regional Asean karenanya, jika ingin terlibat dan
diperhitungkan, Indonesia harus berbenah. Semua sector industry harus
dilengkapi kemampuan untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN lainya.
Tujuan yang ingin dicapai melalui
MEA, adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran
investasi yang lebih bebas. Dalam penerapanya pada 2015, MEA akan menerapkan 12
sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus
bebas tenaga kerja terampil).
Ke-12 sektor terampil itu adalah
untuk perawatan kesehatan (health care)turisme (toursm) jasa logistic (logistic
services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport) produk berbasis
agro (agrobased products) barang-barang electronic (electronics) perikanan
(fisheris) produk berbasis karet (rubber based products) tetkil dan pakaian
(textiles and appareles) otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu (wood
based products).
Peluang Indonesia untuk bersaing di
pasar bebas Asean 2015 nanti, sebenarnya cukup besar. Paling tidak bagi
Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung seperti peringkat Indonesia yang
berada pada rangking 16 dunia dalam besaran skala ekonomi dengan 108 juta
penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini merupakan kelompok menengah yang sedang
tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43
juta penduduk).
Kemudian perbaikan peringkat
investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya Indonesia
sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world
investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan
Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indicator yang harus dicapai dalam
upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang
akan dimulai 2015 itu.
Dan awal September lalu diterbitkan
juga inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing menghadapi Masyarakat
Ekonomi Asean, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengembangan sector
industry, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Sebut saja upaya
pengembangan industry perbankan yang masuk dalam 10 pengembangan industry yang
harus diantar kegerbang pasar bebas dengan semua keunggulanya .
Menjelang beberapa bulan penerapan
MEA, semua sector memang harus dihadapi, siap tidak siap.industri perbankan di
Indonesia tan hanya harus menjadi tuan rumah di negara sendiri, tapi juga
memperlebar ekspansinya kenegara ASEAN lainya. Dan, para pengambil kebijakan
sudah sewajarnya mendorong kalangan perbankan nasional menyiapkan SDM,
memperkuat modal didalam rangka penerapan Basel III dan membangun sistem
teknologi yang yang terintegratif.
Saya kira, sektor perbankan
Indonesia harus siap untuk itu. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu
merancang peta jalan atau roadmapperbankan Indonesia. Adapun
pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat berupa arah yang lebih jelas
dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna memperbesar Size suatu bank,
baik secara alami maupun secara market driven. Perbankan nasional, khususnya
bank BUMN juga harus berperan aktif mengantisipasi pemberlakuan MEA 2015.
Era bebas pasar ini, dipastikan akan
membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar semakin lebar. Karenanya,
pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan ekonomi global. Dengan
demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan pandang dalam melihat pertumbuhan
ekonomi regional. Dengan kesamaan pandang regional itu, diharapkan perbankan
Indonesia akan dapat menyelesaikan planning (rencana), strategi, sasaran yang
tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
Jika ingin terlibat aktif dan tidak
terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi seperti Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good corporate
government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu
perbankan nasional juga perlu mengajak stake holder, seperti
perhimpunan bank-bank nasional (PERBANAS)dan institute bangkir Indonesia (IBI)
untuk menstimulasi semakin baiknya GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi
ASEAN.
Bagaimanapun beratnya tanatangan
industry perbankan regional, upaya mendorong efisiensi sector perbankan yang
berdaya saing tinggi harus terus dilakukan. Hingga kini perbankan di Indonesia
masih dinilai boros di di biaya operasional. Audit terhadap tingkat efisiensi
bank terutama bank BUMN yang memimpin pasar di Industri keuangan nasional ini,
juga menjadi indicator keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)nya. Semakin rendah maka
kekuatan daya saingnya akan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin tinggi
efektivitas perbankan, semakin kuat juga perbankan nasional untuk menciptakan
lingkungan bisnis yang sehat, sehingga akan menambah kuat kemampuan diri dalam
menyongsong era pasar bebas ASEAN . kompetisi bisnis perbankan sangat ketat.
Tidak hanya di industry domestic, industry perbankan rfegional dan global jauh
lebih menantang. Perbankan di regional ASEAN memilki tingkat kesehatan yang
sangat tinggi.
Dari sisi efisiensi, tingkat
prudentialnya, Indonesia masih jauh lebih rendah disbanding negara ASEAN
lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan kemampuan perbankan dilingkup
regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa mengejar ketinggalanya mulai dari
sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga kemampuan berekspansi. Meskipun saat
ini sudah ada perbankan nasional yang beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan
dengan jumlah bank asing (dari sama negara ASEAN lain) .
Untuk itu pemerintah yang baru nanti
harus bisa menyeimbankan kedudukan industry perbankan nasional dengan perbankan
regional dikawasan ini. dasr prinsip perbankan yang mengacu aturan terkini
dalam basel III sudah menjadi konsekuensi untuk diikuti semua industry
perbankan global. Dan, aturan itu harus sudah di adaptasi untuk bisa ikut
berkecimpung di kancah pasar global.***
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis masalah di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Indonesia secara politik telah menanda tangani kesepakatan diberlakukannya AEC
2015, namun secara ekonomi belum siap keseluruhannya. Posisi Indonesia sebagai
negara yang paling luas, paling besar penduduknya dan sebagai founding father
ASEAN membuat Indonesia harus melakukan dorongan untuk kesejahteraan bersama.
Beberapa sektor ekonomi di Indonesia mempunyai peluang yang cukup baik, namun
lainnya masih diperlukan pembenahan yang memerlukan waktu. 2. Dengan keputusan
AEC berlaku tahun 2015 untuk enam negara (Indonesia, Malaysia, Singapura,
Filipina, Brunei, dan Thailand), tahun 2020 untuk empat negara (Cambodia,
Myanmar, Laos, dan Vietnam) serta telah disepakatinya berlakunya CAFTA pada
tahun 2008, sebenarnya kegiatan AEC yang akan datang sudah ketinggalan langkah.
Karena alasan AEC adalah menghadapi persaingan dengan China dan India. Namun
demikian upaya ini minimal untuk menyelaraskan CAFTA dan AEC 2015 menuju
kawasan satu pasar yang lebih baik.
Refernsi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar