Kamis, 19 Maret 2015

Makalah Peranan Perbankan dalam menghadapi Pasar bebas Asean



BAB I
LATAR BELAKANG

            ASEAN Ecomonic Community (AEC) akan diberlakukan pada tahun 2015, kawasan ASEAN selanjutnya akan menjadi pasar tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas antar negara-negara yang tergabung dalam negara ASEAN. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki tingkat integritas yang tinggi di bidang elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor yang berbasis sumber daya alam. Permasalahan yang muncul adalah masih lemahnya kesiapan Indonesia, antara lain dalam bidang infrastruktur, daya saing barang dan jasa, belum optimalnya diplomasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan kebijakan dalam perdagangan yang belum mendukung. Untuk mendukung peningkatan iklim investasi dan perdagangan serta meningkatkan daya saing nasional, berbagai upaya telah dilakukan baik secara internal Indonesia dengan diterbitkannya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, maupun eksternal berkoordinasi dengan negara ASEAN. Namun hal ini masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi dari pada Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia secara optimal dalam menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Dengan kondisi ini maka antisipasi kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015 diharapkan dapat dilaksanakan. 


BAB II
LANDASAN TEORI

POKOK PERMASALAHAN

            Berdasarkan latar belakang di atas pokok permasalahan yang akan dipecahkan adalah Bagaimana antisipasi dan solusi terhadap kesiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community 2015, yang saat ini cenderung masih belum optimal dalam menghadapi AEC 2015. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH KONDISI OBJEKTIF (FAKTA) DAN PERSOALAN Dalam menganalisis fakta dan persoalan di kelompokan menjadi dua hal besar yaitu regulasi (1 persoalan) dan kesiapannya sendiri dalam menghadapi AEC (3 persoalan). Dengan penjelasan sebagai berikut:
1.      Belum Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi):
a.       Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU pertambangan ( masih tumpang tindih). Ketidak harmonisan UU Kehutanan dan UU Pertambangan menimbulkan ketidak pastian hukum dan usaha, sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia.
b.      Masih terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan. Pemerintah Daerah Kabupaten belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga setiap perijinan yang telah dikeluarkan baik oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah selalu terjadi tubrukan dan tidak sinkron.
c.       Belum adanya kepastian hukum yang dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, namun masih memerlukan suatu mekanisme pengawasan untuk mengawal implementasi Inpres tersebut dalam rangka mendukung kesiapan Indonesia guna menghadapi AEC 2015 dan menjamin kepastian hukum. Kecenderungan regulasi antar negara akan mengarah kepada Universal, sehingga dapat berimplikasi pada timbulnya ancaman dan peluang terhadap kepentingan nasional.
d.      UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, memperluas kesempatan pihak asing untuk menguasai sektor pertambangan. Dari tahun 1998 sampai 2009 kurang leboh terdapat 474 UU telah disahkan. Namun dari sekian banyaknya UU, yang dirasakan paling menyedihkan adalah UU terkait dengan bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam yang dicirikan sebagai berikut:
(1) Hilangnya campur tangan negara dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar.
(2) Penyerahan kekuasaan pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia.
(3) Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat .
2.      Belum Tercapainya Pasar Tunggal dan Basis Produksi
a.       Peningkatan daya saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan jasa dalam rangka menghadapi AEC 2015.
b.      Komitmen AEC untuk Arus barang. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi dan pelayanan ( masih dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
c.       Komitmen AEC untuk arus jasa. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dan SDM-nya khususnya dibidang jasa keuangan dan perbankan serta jasa non keuangan dan perbankan (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum Dll).
d.      Komitmen AEC untuk Arus Investasi. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain Regulasi dibidang investasi (sektor riil) masih ada yang membatasi kepemilikan asing pada sektor-sektor tertentu.Selain itu kebijakan dalam penanaman modal belum didukung dengan kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur, keamanan dan perburuhan yang memadai. Dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang belomba-lomba menarik investasi asing dengan menyediakan berbagai infrastruktur industri, jaminan keamanan dan tingkat upah buruh yang lebih murah, kesiapan Indonesia masih kurang.
e.       Komitmen AEC untuk Arus Modal. Liberalisasi arus modal di ASEAN dapat mendorong arus investasi dan perdagangan internasional, penempatan modal yang lebih tepat dan lebih efisien dan mengembangakan pasar keuangan. Kesiapan Indonesia masih belum optimal, karena proses regulasi maupun pengawasan masih dalam tahap persiapan (misalnya pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK)
f.       Priority Integration Sectors. 12 Sektor prioritas Integrasi ASEAN meliputi: agro-based product, air travel, Automotives, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare, rubber-based product, textile & apparels, tourism, wood-based products, logistics. Peranan Indonesia dalam hal ini adalah sebagai koordinator bidang automotive dan wood-based products.
g.      Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain belum adanya swasembada pangan yang menyebabkan Indonesia masih tergantung dengan negara Asean lainnya, padahal dari segi SDA, luas lahan maupun tenaga kerja, Indonesia sebenarnya lebih unggul.
3.      Belum Tercapainya Wilayah Ekonomi Yang Berdaya Saing Tinggi.
a.       Hak atas kekayaan intelektual. Memperluas ruang lingkup kerjasama hak kekayaan intelektual ASEAN, selain merek dagang dan paten, termasuk kerjasama pertukaran informasi dan penegakan hak cipta. Masing-masing anggota ASEAN masih tertinggal dalam pengembangan intellectual property dibandingkan dengan kawasan lainnya, hanya Singapura yang Intellectual propertynya paling menonjol. Sedangkan untuk pengembangan sendiri-sendiri membutuhkan biaya riset yang tinggi dan teknologi khusus. ASEAN akan bekerjasama dalam bidang ini dengan melindunginya melalui HAKI. Dengan adanya kerjasama dalam pengembangan hak atas kekayaan intelektual diharapkan biaya lebih murah sehingga mampu bersaing dengan negara-negara di belahan dunia lain. Kerjasama dalam pengembangan IPTEK selain merek dagang dan paten, yaitu know how (metode baru yang belum dikenal publik dan dipatenkan). (1) Kerjasama di bidang industri pertahanan (2) Kerjasama di bidang industri farmasi dan fitofarmaka (3) Kerjasama di bidang industri kimia (4) Kerjasama di bidang industri logam (5) Kerjasama di bidang energi
b.      Pengembangan infrastruktur. Kesiapan infrastruktur pendukung sesama negara ASEAN yang belum seimbang. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya belum sepenuhnya siap secara infrastruktur
c.       Perpajakan. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan dan birokrasi. Masing-masing anggota ASEAN memiliki kebijakan perpajakan yang berbeda-beda sehingga tidak harmonis dan dapat mengganggu iklim usaha yang kondusif. Hal ini dapat menyebabkan double taxation. Saat ini Indonesia telah memiliki Tax treaty dengan 6 negara ASEAN, sedangkan sisanya belum (Laos, Myanmar dan Kamboja).
d.      Perdagangan secara elektronik (e-commerce). Kesiapan dan ketersediaan infrastruktur negara anggota belum mendukung. Negara-negara ASEAN, kecuali Singapura pada umumnya belum sepenuhnya siap secara infrastruktur.
4.      Belum Tercapainya Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Seimbang, yang fokus kepada Pengembangan Sektor Usaha Kecil dan Menengah. Pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah. Sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian di negara-negara ASEAN, namun belum sepenuhnya mendapatkan prioritas dalam kegiatan perekonomian negara, antara lain minimnya akses ke perbankan untuk mendapatkan kredit modal kerja, Kualitas SDM yang masih rendah. Kondisi UKM di masing-masing negara anggota umumnya hampir sama. 

 ANALISIS PERSOALAN

1.      Belum Padunya Beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC (Regulasi) a) Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis (seperti undang-undang kehutanan dengan undang-undang pertambangan). Menimbulkan ketidakpastian hukum dan usaha sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia. b) Terkait dengan keluarnya Inpres No. 11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015, saat ini belum ada pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan secara jelas oleh pemerintah. c) Pemerintah kabupaten belum seluruhnya membuat peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara. d) Kecenderungan regulasi antar negara akan mengarah kepada Universal, sehingga akan menimbulkan ancaman dan peluang terhadap kepentingan nasional. e) Dari tahun 1998 sampai 2009 lebih kurang 474 UU telah disahkan. Yang paling merugikan masyarakat dan negara adalah UU bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam. Ciri umum UU tersebut; (1) Hilangnya campur tangan negara dalam perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. (2) Penyerahan kekuasaan pada modal besar/asing berkaitan dengan ekspansi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia. (3) Perlakuan diskriminatif terhadap mayoritas usaha rakyat .
2.      Belum optimalnya kesiapan menuju Pasar Tunggal dan Basis Produksi a) Peningkatan daya saing dan pemanfaatan komitmen AEC. Masih lemahnya daya saing produk dan jasa dalam rangka menghadapi AEC 2015. Pasar tunggal AEC pada tahun 2015 berlaku pada 6 negara pendiri Asean ( Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunai). Indonesia belum memiliki daya saing yang baik, baik produk jasa maupun barang, sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada bangsa. Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Thailand dan Malaysia, namun demikian hasil perdagangan 10 tahun ini Indonesia masih minus (defisit). Indonesia memilki pasar domestik terbesar sehingga bila tidak dikelola dengan baik maka akan terpenetrasi oleh produk asing.Indonesia belum mempunyai Blue Print prioritas pengmbangan industri, akibatnya pengembangan industri belum optimal dan terarah. Hal ini ditandai sulitnya pemerintah dalam menentukan sektor mana yang akan diberikan insentif. b) Komitmen AEC untuk Arus barang. Kesiapan Indonesia belum optimal antara lain regulasi dan pelayanan ( masih dalam penataan) yang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Sesuai dengan komitmen AEC untuk produk-produk tertentu akan dikenakan tarif 0% dan segala bentuk hambatan non tarif ditiadakan. Sehingga bila tidak diantisipasi dan dikelola dengan baik akan merugikan kepentingan nasional. Sementara ini Indonesia belum siap meregulasi tarif/non tarif dan jasa. Indonesia masih membenahi masalah internal antara lain: Luasnya geografi Indonesia mengakibatkan kesulitan pengawasan arus barang masuk dan keluar sehingga menimbulkan maraknya kegiatan ilegal seperti: ilegal logging, ilegal fishing, ilegal mining dan penyelundupan barang lain kedaerah NKRI. Belum optimalnya koordinasi lintas sektoral (misalnya ESDM, Kementerian Perdagangan, Kemenhut, Kementan, Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak ) sehingga Indonesia tidak mengetahui secara pasti jumlah produk sumber daya alam maupun hasil hutan yang telah diselundupkan ke luar negri

FAKTOR BERPENGARUH 
1. Global Dan Regional a. Proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi semakin cepat terakses oleh masyarakat dunia karena didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi dan informasi. b. Interdependency atau saling ketergantungan akhirnya menjadi keniscayaan bagi negara mana pun. Perkembangan global tersebut mau tidak mau berdampak terhadap perkembangan Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan yang ada di dunia. c. Peta ekonomi dunia segera terbentuk ke arah segi tiga dengan Amerika Utara, Asia Timur, Eropa Barat sebagai titik sentralnya, dua dekade terakhir, Asia memang menunjukkan pertumbuhan ekonominya meningkat, yang dipimpin oleh Jepang, China dan negara-negara industri baru, yang disusul oleh negara-negara ASEAN. d. Asia Timur muncul menjadi sebuah kekuatan ekonomi dunia dan menjadi ajang utama interaksi ekonomi duniadi era milenium ke 3. e. Regionalisasi kekuatan dunia mencakup regionalisasi menuju integrasi ekonomi. Pembentukan Uni Eropa, APEC, dan ASEAN merupakan contoh dari regional yang meningkatkan intensitas integritas dan kerjasamanya, dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA), CAFTA dan AEC 2015. f. Peningkatan volume perdagangan antar negara ASEAN akan memberikan manfaat pada semua anggotanya. Untuk Indonesia, ini akan menjadi salah satu cara untuk memecahkan masalah penyediaan lapangan kerja baru, terutama diikuti dengan peningkatan sektor pelayanan dan jasa teknologi, telekomunikasi, transportasi, eliminasi “pungutan” dan penegakan hukum. Dalam hal ini Indonesia masih ketinggalan oleh negara jiran. Singapura sangat efisien pada sektor pelayanan jasa transportasi, Malaysia lebih unggul dalam iklim kepastian berusaha, dan dalam bidang pelayanan jasa investasi dan ekspor, peringkat Thailand masih di atas Indonesia. g. Model kerjasama segitiga pertumbuhan (growth triangle) di lingkungan ASEAN seperti kerjasama Singapura-Johor-Riau (Sijori) mulai menunjukkan hasilnya. Model kerjasama semacam ini juga sedang dikembangkan di kawasan lain, yaitu: Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-the Philippines-East ASEAN Growth Triangle (BIMP-EAGA). 2. Nasional a. Kebebasan menyampaikan pendapat, berusaha dan bekerja yang dijamin UU b. Kekayaan SKA, SDA yang berlimpah merupakan pasar yang baik bai Indonesia dan ASEAN c. Globalisasi atau liberalisasi ekonomi telah membawa perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di tingkat internasional maupun nasional. Dampak yang paling dirasakan adalah persaingan yang semakin ketat di berbagai kegiatan ekonomi. d. Perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin cepat telah menimbulkan dampak yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat semakin kritis dalam menilai berbagai kebijakan pemerintahan e. Kondisi politik yang belum stabil dapat mepengaruhi pelaksanakan AEC 2015 f. Secara umum kondisi IPOLEK SSOSBUD cukup kon dusif untuk pelaksanaan AEC 2015. 3. Peluang a. Adanya komitmen pemerintah untuk menyiapkan aturan yang mendukung AEC 2015. b. Keyakinan pemerintah untuk mewujudkan AEC 2015, dengan perbaikan manajemen mutu, finance dan penyiapan SDM.. c. Adanya komitmen pemerintah untuk mampu menghadapi AEC 2015. d. Adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan perbaikan mutu guna menghadapi AEC 2015. e. Komitmen ASEAN dengan 3 pilarnya AEC, ASPC, ASCC memberikan semangat kepada integrasi ASEAN dibidang ekonomi f. SKA, SDA, dan SDM yang melimpah merupakan kekuatan bagi Indonesia. 4. Kendala a. Adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang belum harmonis, antara lain UU kehutanan dan UU pertambangan ( masih tumpang tindih). b. Masih terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal perijinan. c. Belum adanya kepastian hukum yang dapat menjamin pelaksanaan kegiatan AEC d. Kesiapan menghadapi ASC yang belum Optimal e. Kurangnya sarana dan prasarana, kualitas SDM yang baik. f. Masih adanya beberapa produk, jasa yang belum siap bersaing dalam ACE 2015. 
3.       KERANGKA KONSEPTUAL
4.      1. Kebijakan “Terwujudnya kesiapan menghadapi AEC 2015, melalui peningkatan harmonisasi dan sinkronisasi untuk memadukan beberapa peraturan dalam mendukung AEC, membangun pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang”. 
5.      2. Strategi 
6.       a. Strategi 1 - Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi (memadukan) beberapa Peraturan dalam mendukung AEC
7.       b. Strategi 2 - Membangun pasar tunggal dan basis produksi
8.       c. Strategi 3- Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi 
9.       d. Strategi 4 - Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, fokus pada usaha kecil dan menengah 
10.  3. Upaya 
11.  a. Upaya mendukung Strategi 1, dalam Meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi beberapa Peraturan Dalam Mendukung AEC, dengan upaya antara lain: 
12.  1) Memperkuat dan melakukan harmonisasi regulasi antar sektor; perkebunan dengan badan pertanahan, Kehutanan dengan pertambangan, Pajak pusat dengan pajak daerah (Double Taxation), dan yang terkait dengan masalah perijinan. 2) Membentuk Kelompok Kerja dalam rangka mengawal implementasi Inpres No. 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru AEC 2015. 3) Pemerintah Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam pertambangan segera menyusun peraturan daerah tentang Wilayah Pertambangan sebagaimana diamanatkan undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 4) Melakukan revisi Undang-Undang no 25 th 2007, terkait dengan bidang ekonomi dan SDA yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak diskriminatif. b. Upaya mendukung Strategi 2, dalam Membangun pasar tunggal dan basis produksi, dengan upaya antara lain: 1) Segera menetapkan blueprint prioritas pengembangan Industri. 2) Menerapkan SNI secara konsisten untuk menuju standar internasional. 3) Mewajibkan penerapan tata kelola usaha yang baik (Good Corporate Governance) terhadap para pelaku ekonomi. 4) Kemenkeu segera: a) Membenahi regulasi Kepabeanan dengan memperhatikan keadaan dan kondisi perekonomian Indonesia berdasarkan masukan dari instansi terkait/stakeholder. b) Mengembangkan pelayanan satu atap (single windows sistem) di bidang Kepabeanan pada seluruh pelabuhan laut Internasional di Indonesia yang selama ini baru diterapkan di Tanjung Priok. c) mempercepat penyusunan regulasi untuk mendorong pembentukan OJK. 5) Pemerintah : a) segera menunjuk pihak ketiga yang independen (misalnya Surveyor Indonesia) untuk melakukan pengujian atas jumlah produksi, kandungan/kadar mineral dan konsentrat, kualitas hasil hutan maupun perkebunan yang dihasilkan dari Indonesia sehingga dapat diketahui dengan pasti berapa sesungguhnya jumlah produksi, jumlah yang diekspor dan harga yang seharusnya. b) Meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dalam rangka memberantas praktek ilegal maupun penyelundupan di bidang pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan perdagangan. c) menghimbau semua profesi keahlian (misalnya Ikatan Akuntan Indonesia, Asosiasi Penilai Indonesia, IDI, PII, Peradi, Pengacara) segera mempersiapkan anggotanya dalam rangka menghadapi persaingan AEC 2015, membenahi Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal agar sesuai dengan komitmen AEC dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dan keberpihakan pada pelaku usaha kecil menengah seperti: kepemilikan tanah dan bangunan, usaha asuransi, mengevaluasi kebijakan insentif yang bertentangan dengan spirit AEC. d) melalui partai koalisi DPR mempercepat proses pemilihan komisioner OJK sesuai dengan waktu yang ditentukan, bersama dengan BI secara aktif mempasilitasi pembentukan organ-organ OJK agar segara efektif berfungsi, segera menyelesaikan arsitektur jasa Investasi Indonesia untuk memperkokoh industri jasa keuangan Indonesia, mempercepat harmonisasi regulasi pasar modal dengan standar Internasional, memperjuangkan mekanisme penyelesaian sengketa (Dispute Resolution Mechanism) sebelum mengintegrasikan pasar modal domestik ditingkat Asean, memberdayakan Bulog sebagai institusi yang menjamin ketersediaan pangan nasional 6) Kemenakertrans, Kemendikbud dan Organisasi Profesi terkait: a) Mengembangkan standarisasi profesi di bidang jasa (Jasa Profesi Akuntan, Jasa Profesi Penilai, Jasa Profesi Kontruksi, Jasa Profesi Dokter, Jasa Profesi Hukum, dan lain lain) menuju Internasional Best Practice. b) Menyusun Blueprint pengembangan SDM terutama dalam bidang jasa secara menyeluruh. 7) Kemen PU dan Kemenhub mempercepat pembenahan infrastruktur jalan, dalam kebijakan di bidang pembangunan 8) Menko Perekonomian dan Gubernur BI agar menjamin proses liberalisasi sejalan dengan kepentingan nasional melalui penyiapan kebijakan pengaman (safeguard policy) apabila terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi makro akibat proses liberalisasi. 9) OJK diberikan mandat untuk meriview tata aturan dan regulasi disesuaikan dengan standar Internasional 10) Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagang-an, Kementerian Koperasi dan UKM segera menyiapkan action plan untuk mengimplementasikan priority integration sectors 11) Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dan Bulog memperce-pat rumusan blueprint ketahanan pangan nasional. 12) Kementerian Pertanian dan Kemen-dag segera menyiapkan langkah-langkah strategis (Roadmap) untuk melaksanakan Integrasi di sektor perdagangan, pertanian dan kehutan-an. c. Upaya mendukung Strategi 3, dalam meningkatkan Meningkatkan wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan upaya antara lain: 1) Pemerintah mempercepat kerjasama antar negara ASEAN dalam pengem-bangan intellectual property dengan memperhatikan skala prioritas dengan tahapan pertama (AEC 2015) percepatan kesiapan 6 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, Thailand), kemudian dilanjutkan tahap kedua, dalam waktu 7 tahun untuk menyiapkan negara ASEAN lainnya (Cambodia, Myanmar, Laos, Vietnam). 2) Meningkatkan koordinasi antar negara ASEAN untuk menghadapi persaingan global, khususnya dengan India dan China dengan memfokuskan pada keunggulan di masing-masing Negara 3) Indonesia segera membuka jalur hubungan laut dan udara untuk memudahkan distribusi barang dan jasa dengan memprioritas-kan pembangunan infrastruktur pelabuhan di:Sabang, Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Surabaya, Tarakan, Kalimantan Barat serta membuka jalur perhubungan udara secara bertahap menghubungkan kota-kota industri perdagangan antar negara ASEAN. 4) mendorong dan memberikan subsidi kepada PT Pelni untuk melayani pelayaran dan perusahaan penerbang-an perintis di kawasan bagian Timur Indonesia dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan kawasan Timur dan Barat. 5) Kemenlu, Kemenkeu, dan Kemendag: a) Mempercepat kerjasama antar negara ASEAN dalam hal harmonisasi ketentuan perpajakan dengan memperluas jaringan tax treaty diantara negara ASEAN b) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. c) Melakukan reformasi di berbagai bidang, seperti perpajakan, kepabeanan 6) Pemerintah di masing-masing negara menyiapkan infrastruktur e-commerce di negara masing-masing 7) Kementerian Kominfo dan Kementerian Riset dan Teknologi menyiapkan regulasi untuk mendukung infrastruktur e-commerce. d. Upaya mendukung strategi 4, Membangun kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, fokus pada usaha kecil dan menengah

BAB III
ISI

Kesiapan Perbankan Nasional Menghadapi MEA 2015
Asean Economi Community atau (MEA) bakal dihadapi Indonesia 2015. Konsekuensi dari kesepakatan itu membuka lebar pasar ekonomi di kawasan regional Asean karenanya, jika ingin terlibat dan diperhitungkan, Indonesia harus berbenah. Semua sector industry harus dilengkapi kemampuan untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN lainya.
Tujuan yang ingin dicapai melalui MEA, adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas. Dalam penerapanya pada 2015, MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil).
Ke-12 sektor terampil itu adalah untuk perawatan kesehatan (health care)turisme (toursm) jasa logistic (logistic services) e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport) produk berbasis agro (agrobased products) barang-barang electronic (electronics) perikanan (fisheris) produk berbasis karet (rubber based products) tetkil dan pakaian (textiles and appareles) otomotif (otomotive) dan produk berbasis kayu (wood based products).
Peluang Indonesia untuk bersaing di pasar bebas Asean 2015 nanti, sebenarnya cukup besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor yang mendukung seperti peringkat Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia dalam besaran skala ekonomi dengan 108 juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk ini merupakan kelompok menengah yang sedang tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk).
Kemudian perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya Indonesia sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indicator yang harus dicapai dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang akan dimulai 2015 itu.
Dan awal September lalu diterbitkan juga inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengembangan sector industry, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Sebut saja upaya pengembangan industry perbankan yang masuk dalam 10 pengembangan industry yang harus diantar kegerbang pasar bebas dengan semua keunggulanya .
Menjelang beberapa bulan penerapan MEA, semua sector memang harus dihadapi, siap tidak siap.industri perbankan di Indonesia tan hanya harus menjadi tuan rumah di negara sendiri, tapi juga memperlebar ekspansinya kenegara ASEAN lainya. Dan, para pengambil kebijakan sudah sewajarnya mendorong kalangan perbankan nasional menyiapkan SDM, memperkuat modal didalam rangka penerapan Basel III dan membangun sistem teknologi yang yang terintegratif.
Saya kira, sektor perbankan Indonesia harus siap untuk itu. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu merancang peta jalan atau roadmapperbankan Indonesia. Adapun pembuatan roadmap tersebut secara terperinci dapat berupa arah yang lebih jelas dalam hal konsolidasi perbankan dalam negeri, guna memperbesar Size suatu bank, baik secara alami maupun secara market driven. Perbankan nasional, khususnya bank BUMN juga harus berperan aktif mengantisipasi pemberlakuan MEA 2015.
Era bebas pasar ini, dipastikan akan membuka alur lalu lintas barang dan jasa serta pasar semakin lebar. Karenanya, pertumbuhan ekonomi regional harus terintegrasi dengan ekonomi global. Dengan demikian, perbankan nasional memerlukan kesamaan pandang dalam melihat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan kesamaan pandang regional itu, diharapkan perbankan Indonesia akan dapat menyelesaikan planning (rencana), strategi, sasaran yang tepat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
Jika ingin terlibat aktif dan tidak terlindas dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga penting guna meningkatkan Good corporate government (GCG) pada industri perbankan di Indonesia. Selain itu perbankan nasional juga perlu mengajak stake holder, seperti perhimpunan bank-bank nasional (PERBANAS)dan institute bangkir Indonesia (IBI) untuk menstimulasi semakin baiknya GCG bank menghadapi pasar bebas ekonomi ASEAN.
Bagaimanapun beratnya tanatangan industry perbankan regional, upaya mendorong efisiensi sector perbankan yang berdaya saing tinggi harus terus dilakukan. Hingga kini perbankan di Indonesia masih dinilai boros di di biaya operasional. Audit terhadap tingkat efisiensi bank terutama bank BUMN yang memimpin pasar di Industri keuangan nasional ini, juga menjadi indicator keberhasilan perbankan dalam mengelola rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)nya. Semakin rendah maka kekuatan daya saingnya akan semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin tinggi efektivitas perbankan, semakin kuat juga perbankan nasional untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, sehingga akan menambah kuat kemampuan diri dalam menyongsong era pasar bebas ASEAN . kompetisi bisnis perbankan sangat ketat. Tidak hanya di industry domestic, industry perbankan rfegional dan global jauh lebih menantang. Perbankan di regional ASEAN memilki tingkat kesehatan yang sangat tinggi.
Dari sisi efisiensi, tingkat prudentialnya, Indonesia masih jauh lebih rendah disbanding negara ASEAN lainya. Untuk bisa mensejajarkan diri dengan kemampuan perbankan dilingkup regional ASEAN, perbankan nasional harus bisa mengejar ketinggalanya mulai dari sisi efisiensi dan efektifitas tadi hingga kemampuan berekspansi. Meskipun saat ini sudah ada perbankan nasional yang beroprasi di negara ASEAN lainya, tidak sepadan dengan jumlah bank asing (dari sama negara ASEAN lain) .
Untuk itu pemerintah yang baru nanti harus bisa menyeimbankan kedudukan industry perbankan nasional dengan perbankan regional dikawasan ini. dasr prinsip perbankan yang mengacu aturan terkini dalam basel III sudah menjadi konsekuensi untuk diikuti semua industry perbankan global. Dan, aturan itu harus sudah di adaptasi untuk bisa ikut berkecimpung di kancah pasar global.***

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis masalah di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Indonesia secara politik telah menanda tangani kesepakatan diberlakukannya AEC 2015, namun secara ekonomi belum siap keseluruhannya. Posisi Indonesia sebagai negara yang paling luas, paling besar penduduknya dan sebagai founding father ASEAN membuat Indonesia harus melakukan dorongan untuk kesejahteraan bersama. Beberapa sektor ekonomi di Indonesia mempunyai peluang yang cukup baik, namun lainnya masih diperlukan pembenahan yang memerlukan waktu. 2. Dengan keputusan AEC berlaku tahun 2015 untuk enam negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, dan Thailand), tahun 2020 untuk empat negara (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam) serta telah disepakatinya berlakunya CAFTA pada tahun 2008, sebenarnya kegiatan AEC yang akan datang sudah ketinggalan langkah. Karena alasan AEC adalah menghadapi persaingan dengan China dan India. Namun demikian upaya ini minimal untuk menyelaraskan CAFTA dan AEC 2015 menuju kawasan satu pasar yang lebih baik. 

Refernsi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar